Iwan Xaverius Basis Edane Meninggal Dunia: pusara seberang Kokas (Kota Kasablanka)

Tepat jam 12 siang, pesan di WA (Whatsapp) masuk. Terbaca bahwa Iwan Xaverius wafat, Rabu 5 Juni 2024. Istri yang mengirim pesan duka cita tersebut segera memutuskan untuk menuju rumah duka di daerah Tebet, Gudang Peluru Jakarta Selatan. Tentunya setelah urusan anak-anak di rumah dianggap sudah terkendali, beres semuanya. Ibu beliau, Oma yang sedang menginap dirumah kami, yang memastikan rumah berjalan seperti biasanya.

Saya di sekolah sedang mengkaji program sekolah untuk tahun pelajaran berikutnya bersama teman-teman guru dan pegawai TU (Tatat Usaha). Rabu ini adalah hari pertama rangkaian Raker (Rapat Kerja) dari waktu lebih seminggu rencan yang dibuat dan akan terlaksana seperti tahun-tahun berikutnya. Mengikuti rapat komisi dimana saya ada didalamnya, Komisi Kesiswaan dan Kehumasan, rasanya pikiran terpecah dua. Namun setelah mendapat kabar bahwa akan dimakamkan sore setelah waktu Ashar, pikiran berkata: "bisa dikejar" apalagi istri sudah berpesan: "jemput dikuburan Opa diseberang Kokas (Kota Kasablanka)"

Setelah tunaikan sholat Ashar, saya langsung bergegas meninggalkan sekolah. Memang jam kerja usai, namun diskusi komisi masih berlanjut. Saya cerita kepada rekan satu komisi bahwa akan pulang lebih awal: "saya duluan ya pak, ada saudara wafat, ini mau kekuburannya". Segera dijawab: "oh, silahkan dilanjut pak, utamakan!".

Hingga menuju Pancoran, lalu lintas terbilang ramai sedikit lancar. "Ngak kebayang gimana kalau pas jam pulang kantor sekitar jam 5-an sore ya?", gumamku. Selepas dari Pancoran hingga TPU (Tempat Pemakaman Umum) Kampung Pulo. "Itu Pa, makam yang diseberang Kokas", pesan istri via WA saat saya meuju kesana. Sampai ditujuan, motor dimatikan. Setelah sejenak berhenti di halte TPU, saya putuskan mencari prosesi pemakaman Om sang legenda rock Indonesia.

Om Iwan sebutan saya adalah pemain gitar bass band rock, metal tanah air yang sudah banyak makan garam dalam blantika musik keras Indonesia. Edane adalah band yang menaunginya adalah band lawas yang masih bertahan hingga kini. Ke-eksis-annya itu tak lepas dari karya-karya yang masih diingat dan dinikmati penyuka musik keras. Om Iwan, lupa tahun pastinya, sekitar tahun 2011 sudah keluar dari Edane. Saya berkenalan pertama kali di tahun 2011 saat berkunjung ke rumahnya.


Perawakannya kecil, rumah sederhana, namun dikamarnya adalah surga pemusik. Terhampar meja dengan seperangkat komputer untuk "mixing lagu", kata Om Iwan saat masih sehat segar bugar. Saya jadi kenal beliau karena saat itu (istri saya sekarang) membawa ke rumahnya karena saat calon mertua saya ketika itu bercerita tentang adik kandungnya. "Iwan Xaverius Pak?, saya fansnya, suka banget dengan Edane, khususnya album Jabrix 1993", respon saya saat itu. 

Tak berselang lama, saya, calon istri ketika itu, dan calon mertua, bertiga ke rumah Om Iwan. Obrol-obrol sana-sini, dan disudahi dengan foto bersama. Barangkali mengetahui saya bersama kakak kandungnya, saya langsung dirangkulnya dan lanjut pose tiga jari, metal!.


Cukup menyedihkan, sekitar seminggu kemudian sang abang, calon mertua saya wafat. Opa saya memanggilnya, beliau saat saat obrol selalu tak lepas dari musik. "Iwan itu, dulu yang ajarin main bas itu saya, setelah itu dia belajar sendiri. Otodidak ya", ingat saya Opa melontarkan kisah adiknya yang jadi pemusik metal jempolan Indonesia. Klaim ini jelas tak berlebihan. Dalam berbagai ulasan, Iwan Xaverius disebut-sebut sebagai pemain bass terbaik papan atas musik metal Indonesia, dia legend!. Saat itu, tahun 2011, saya menonton konser Iron Maiden di Ancol. Saya tanya ke Opa: "Pak, tau Iron Maiden?". "Tau, Steve Harris" jawabnya sambil pose main bass lalu angkat jempol: "kaya Iwan", lanjutnya.

Kini, sambil mengingat Opa, dimana masih dalam komplek pekuburan yang sama, saya akhirnya menemukan kerumunan orang berbaju gelap. Menuju kesana, saya melihat istri yang sebelumnya juga WA: "cepetan, ada Eet nih". Ya, yang dimaksud adalah gitaris Edane bernama Eet Sjahrnie. Wanita yang bersama saya belasan tahun ini, paham kesenangan suaminya.

Tiba didekat makam, kondisi masih ramai manusia, saya ditarik istri sambil bilang: "itu Pa kuburannya". Saya hanya bisa lihat sambil kepala meninggi dan kepala menunduk karena banyak yang masih dipusaranya. Angkat Hp (handphone) lalu videokan, dan ternyata personil Edane lengkap kecuali vokalisnya. Yang mana ya?, kan Edane vokalisnya gonta ganti? hehehehe.

Oya, saya sudah upload videonya di-youtube. Di moment ini terlihat pemain bass (saya ngak tau namanya) tapi hafal karena pernah lihat dia manggung, lalu yang bersih rapi tinggi gede ialah pemain drum Edane, yaitu Fajar Satritama. Tanpa berfikir panjang, istri tiba-tiba mendekati dan spontan saya sapa: :"Fajar Satriani" lalu dia menoleh (padahal nama terakhirnya salah saya sebutkan), dan saya ajak jabat tangan sambil menunjuk istri disampingnya: "ini keponakan Om Iwan, saya suaminya". Terjadilah obrolan kecil, dan hingga pulang istri berkata: "anak metal ini ramah banget ya, kirain boss, rapi banget ya". 


Setelahnya sempat cari sela untuk foto bareng Eet Sjahrani akhirnya moment baik itu tiba. Oleh karena beliau sedangi duduk didekat kuburan setelah beberapa kali diajak berfoto oleh oarang-orang. Ndilalahnya, beliau bangun karena ada temannya yang ajak obrol. Serupa ketika dengan sang drumer, saya melakukan sapaan serupa dan terjadi obrolan singkat dengan gitaris metal legend ini. Keduanya sama-sama ramah.



Suasana awan mulai menguning pekat, hari mulai petang, sebelum pulang kami berfoto dipusara Om Iwan yang dilanjutkan dengan mohon ijin pulang dengan Tante Menik sang istri almarhum. Tak lama, terdengar dari belakang saya berkata: "Jar, ayoi balik", panggil Eet. Aura komandannya membuat kumpulan rambut kondrong berkaos hitam itu melipir dan meninggalkan makam pemain bass legend rock Indonesia: Iwan Xaverius.



Gelap mulai datang seiring kumandang maghrib. Tancap kas coba susuri jalanan padat Jakarta menuju rumah untuk istirahat....

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama