Waktu luang untuk menulis di blog, kini menjadi semacam kendala. Bagaimana tidak, kesempatan berada di depan laptop sungguh sebuah kecakapan dalam menyelinap diantara kehingarbingaran bermain bersama anak-anak.
Membuka laptop di hari-hari liburan sekolah baru bisa dilaksanakan diwaktu shubuh hingga anak-anak, khususnya yang masih gemar digendong, bangun pagi. Tulisan ini baru dibuat satu kalimat saja dihari kedua libur sekolah (24 Desember 2024), lalu terhenti dan sehari kemudian coba untuk menulis lagi.
Sulit, bukan ?
Tulisan yang bakal menceritakan kembali pengalaman saya saat remaja dulu, khususnya soal mendaki gunung, seringkali muncul karena obrolan-obrolan santai yang dimulai dari pertanyaan-pertanyan sederhana, dan barangkali sebuah pertanyaan basa-basi saja. Saya masih ingat di tahun 2019, ketika ada dua siswa yang melakukannya.Mereka bernama Deni (kini jadi polisi) dan Thoriq yang senang membawa Carriel Rei, diakhir tahun 2019 bertanya soal daki gunung. Kisah ini memang adalah peristiwa yang terstruktur, kami sudah cukup banyak berbicara hingga tahap perencanaan naik gunung.
Menariknya, oleh karena memang hobi, mereka terlihat antusias. Dibanding Thoriq, Deni yang senang memakai Carriel Deuter, setuju dengan ide-ide saya. Sementara itu, bergabung 3 siswa lainnya yang dirasa hanya ikut-ikutan karena soal naik gunung.
Secepat kilat, beberapa siswa bertanya soal rencana kita naik gunung. Secepat kiat juga saya berkata: "kalau mau ikut naik gunung bareng saya, wajib latihan fisik dulu, setelah itu saya yang nentuin siapa-siapa aja yang siap dan jangan marah jika tidak bisa naik ya" Siswa yang bertanya menatap saya, dan merespon...menganggukdan ada juga yag bilang, "siap!".
dan,latihan persiapan naik gunung itupun dimulai....
Kita memulainya dihari-hari yang sepi kegiatan ekskul, yaitu hari Jum'at. Saat itu, ingin kami ialah naik gunung terdekat, yaitu Gunung Batu di jonggol pada bulan Desember 2019 setelah UAS (Ujian Akhir Semester). Kita memulai latihan sekitar pukul 15.30 WIB setelah sholat ashar. Saya sih ikut-ikut saja, namun saat siswa lari mengitari komplek sekitaran sekolah, saya menunggu di lapangan. Setekah mereka datang, maka lanjut latihan fisik lagi seperti ketahanan paha, kaki, tangan, dan tentunya cerita-cerita tentang pengalamana digunung. Tak lain tak bukan untuk memotivasi. Sekitar sejam kemudian, latihan berakhir dengan muka-muka yang terlihat kelelahan.
seperti juga saat dulu di SMA, proses seleksi alam terjadi. Baru sekitar sebulan latihan, awalnya banyak kemudian berkurag,namun semangat tetap membara. Kita terhenti untuk fokus ujian, dan renvana ke Gunung Batu-pun juga menghilang....